Amor Fati
Amor Fati ? Stoic
Exercises For Inner Peace
Amor Fati ? Mendengarnya yaitu “cinta
takdir/nasib” sebuah konsep filosofi stoisisme sebuah karya milik Nietzsche. Konsepnya
ialah untuk mencintai dan memaklumi hal yang terjadi: tidak peduli dengan
perjuangan yang kita upayakan. Dengan ini, kita melepaskan diri dari segala
hasil yang memungkinkan mana akan meninggikan kemampuan untuk fokus dengan
kondisi yang ada saat ini, dan membuang
keraguan ataupun kekhawatiran yang kiti miliki akan masa depan.
Pertanyaanya adalah? Bagaimana menerapkannya? Tentu tidak semudah apa yang dikata Nietzche
Maka kita perlu melatih diri kita
untuk menjalani “Amor Fati” dengan 4 cara yaitu
Cinta & takdir sangat
sederhana konsepnya akan tetapi amat sulit untuk mengimplementasikan karena kebanyakan dari kita memikiran tentang
masa depan dan kemungkinan apa yang terjadi. Saat kita lelah karena masa depan,
apa yang kita inginkan ataupun hal yang tidak kita inginkan. Saat kita menginginkan
suatu hasil, kemungkinan kita tidak mendapatkannya membuat kita cemas, jadi ketergantungan
terhadap hasil yang menciptakan kekacauan di pikiran kita.
Ada cara untuk mengatasi hal ini,
Epictetus menganjurkan kita harus mengjilangkan keinginan dan ketidakinginan
dalam suatu hal yang tidak dapat kita control
"If you desire any of the thing
which are not in your own control, you must necessarily be disappointed: and of
those which are, and which it would be laudable to desire, nothing is yet in
your possession.
Use only the approriare actions
of pursuits and avoidance: and even these lightly, and with gentleness and
reservation."
Epictetus, Enchridion 2.
Sangat mudah untuk diucapkan
namun sulit untuk dijalani apa yang dikatakan Epictetus. Stoicisme percaya bahwa
manusia pada dasarnya cenderung untuk melakukan hal yang menambah kemungkinan
untuk hidup dan hal yang tidak.
Seperti kita cenderung mencari kekayaan, makanan sehat, pertemanan, hubungan yang sehat, dan lain-lain.
Para stoic menyebut hal ini “indiferrents”
(acuh tak acuh) yang berisikan hal yang diinginkan dan yang tidak diinginkan.
Hal ini bisa kita pahami bahwa jika
kita kehingalan atau tidak mendapatkan hal “preferred indefferent” dapat
menyebabkan diri kita menjadi gelisah. Para stoic mengatakan bagaimanpun juga,
hal eksternal ini tidak diperlukan untuk menjadi bahagia. Yang mana adalah
berita baik, karena hal tersebut tidak
dapat kita control, jadi hal tersebut tidak dapat kita andalkan untuk menjadi
sumber kebahagiaan. Meskipun begitu, banyak orang terus mengkhawatirkan tentang
masa depan. Untuk mengurangi hal tersebut. Mencoba mengontrol hasilnya ialah percuma,
karena kita tidak bisa. Akan tetapi focus dengan yang bisa kita control yaitu
persepsi yang kita ambil terhadap hasilnya, yang mana akan kita bahas ke empat hal tersebut.
1. 1. Purposefully expose yourself to the thing you averse
/ s secara sengaja membuka dirimu terhadap hal yang tidak kamu inginkan
Seringkali, hal
yang tidak kita inginkan tidak seburuk yang kita bayangkan. Contohnya adalah
banyak orang takut miskin, yang mana tidak aneh karena di masyarakat seakrang
ini secara konstan diberitahu bahwa menjadi miskin adalah mimpi buruk.
Seseorang yang takut akan kemiskinan dapat menanyakan hal ini kepada dirinya
sendiri: bagaimna mungkin aku dapat hidup tanpa rumah dengan 4 kamar tidur, sebuahmobil
dengan merk tertentu, 2 liburan dalam satu tahan, makan di restoran setidaknya
sekali dalam seminggu dan seterusnya? Kuncinya adalah mengurangi rasa takut
terhadap hasil, hal tersebut sesungguhnya membuka kita terhadapnya
kita mengetahui akhirnya bahwa hal buruk yang kita pikir tidak seburuk yang
kita pikirkan.
Dengan ini, kita menjadi bisa dengan kerja keras dan siap untuk menjalaninya. Filsuf Stoisisme Seneca memiliki kutippan yang bagus tentang hal ini:
"It is precisely
in times of immunity from care that the soul should toughen itself beforehand
for occasions of greater stress, and it is while fortune is kind that it should
fortify itself against her violence."
Lucius
Annaeus Seneca, On Festivals & Feasting,6.
Disaat kita merasakan kenyamanan dan ketentraman, disaat itu pula kita harus menyiapkan diri menghadapi kesusahan, dan disaat nasib itu baik, kita tetap harus bersiap terhadap nasib buruk.
Para stoic paham
bahwa kita tidak butuh hal-hal eksternal ini untuk menjadi Bahagia: kebahagiaan
dating dari aksimu sendiri (dari dalam diri sendiri). Jadi, jika kamu takut
akan kemiskinan,: Bagaimana jika kamu hidup seperti orang miskin untuk beberapa saat, untuk mengetahui bahwa miskin tidak seburuk yang kita pikirkan?
Ketakuktan umum lainnya adalah ketakutan akan kesendirian & lajang. Ketika kamu takut akan ini, bagaimana dengan mengatakan ‘tidak’ kepada sebuah hubungan, dan coba mengandalkan dirimu untuk sebuah kebahagiaan? Disaat kita tahu bahwa lajang sebenarnya bisa menjadi hal bagus: kita berhenti takut akan kesendirian Ketika dalam berhubungan hal ini juga mencegah kita dari menetap dalam hubungan yang kasar, dan kitab isa mengambil Langkah ke arah yang kita mau tanpa takut menanggung konsekuensi.
2. 2. See Change As An Opportunity
Memandang perubahan sebagai kesempatan Ketika kupandang
Kembali dalam kehidupa, aku melihat banyak hal yang kutakutkan menjadi
kenyataan. Aku kehilangan pekerjaan, aku dikeluarkan dari sekolah beberapa waktu,
aku gagal menjalin hubungan, teman dan banyak kesempatan.
Pada waktu yang sama, aku juga mendapat hal lain dalam timbal balik: sebagaimana hidup selalu menyeimbangkan dirinya sendiri.
Setelah aku menyelesaikan kuliah aku tidak sanggup menemukan pekerjaan diakrenakan krisis keuangan. Skenario terburuk terjadi: aku harus bekerja di beberapa tempat yang tidakaku inginkan. Saat aku melihat Kembali, pengalaman yang aku dapat disaat itu mengubah hidupku. Aku dapat melakukan berbagai hal dan mengembangkan diriku di beberapa hal, yang tidak aku dapatkan jika hidupku ternyata terjadi seperti yang sebelumnya kuharapkan, dan aku Bahagia hal-hal tersebut terjadi seperti apa yang telah terjadi.
Don’t demand that
things happen as you wish, but wish that they happen as they do happen, and you
will go on well.
Epictetus, Enchiridion, 8.
Jangan mengharapkan suatu hal terjadi seperti yang kau inginkan, tetapi suatu hal terjadi seperti hal tersebut semestinya terjadi, & maka engkau akan baik-baik saja.
Ya memang kita takut kehilangan pekerjaan, pasangan yang kita sayangi, kehilangan uang yang telah kita cari. Tetapi situasi baru, bagaimanapun menakutkan, selalu ada kesempatan baru yang tersembunyi. Dalam meditasinya, Marcus Aurelius menyatakan bahwa kita harus mencari, dan aku mengutip
.. "constant
awareness that everthing is born from change. The knowledge that there is
nothing nature loves more than to alter what exist and make new thing like it. All
that exist is the seed of what will emerge from it."
Marcus Aurelius, Meditations, Book 4, 36.
..kesadaran
bahwa segalanya dilahirkan dari perubahanan. Pengetahuan bahwa tidak ada yang
disukai alam lebih dari mengubah apa yang ada dan membuat hal baru. Semua yang
ada adalah benih dari apa yang akan muncul darinya.
3. 3. Realize
that happiness is relative/ memahamai bahwa kebahagiaan itu relative.
Di tahun 1978
studi oleh Brickman, Coates, dan Janoff-Bupman, yang ingin mencari tahu jika
kebahagiaan itu relative. Untuk mencari thau hal tersebut, merka mempelajari
sebuah group pemenang tiket lotre, grup orang lumpuh akibat kecelakaan &
grup yang tidak keduanya. Tentu, kita akan menduga bahwa pemenang lotre akan
lebih Bahagia dari seorang yang mengalami lumpuh akibat kecelakaan.
Dan kita juga
akan menduga pemenang lotre akan lebih bahagia dari seseorang yang tidak
memenangkan lotre tetapi juga tidak lumpuh.
DI minggu pertama, hal ini memang terjadi. Tetapi satu tahun kemudian, grup yang tidak memenangnkan lotre dan tidak lumpuh serta grup yang memenangkan lotre sama-sama Bahagia, dan sedikit lebih Bahagia daripada grup yang lumpuh akibat kecelakaan.
Jadi jika kebahagiaam
itu realtif: mengapa kita harus takut akan masa depan?
Waktu dan energi
yang kita gunakan untuk mencemaskan masa depan kemungkinan lebih buruk daripada
masa depan itu sendiri.
Bahkan, secara tidak langsung kita dapat merasakan hal yang lebih baik daripada sebelumnya setelah menghadapi kesulitan.
4. 4. Be
Present/ Hadirlah saat ini.
Apapun yang
terjadi, kita akan dapat menghadapi hal baru. Bahwa kita perlu hal-hal
eksternal yang terkait dengan keaadaan kita sekarang untuk menjadi Bahagia
adalah ilusi. Kebahagiaan itu relative, demikian juga dengan ketidakbahagiaan.
Masa depan hanyalah sebuah jalam mungkin tidak semulus yang kita ingikan juga
tidak seburuk yang dibayangkan, pikiran kita lah syang membuat keadaan menjadi
buruk.perubahan adalah inti dari kehidupan, menolak perubahan sama halnya
menolak kehidupan yang baru. Saat kita menolak perubahan, kita sudah berada di masa
depan. Karena daripada menerima momen yang sekarang ini, kita mencoba mempertahankannya
untuk hari-hari berikutnya. Selanjutnya kita dapat mengatakan bahwa tidak ada
masa depan begitu pula dengan masa lalu. Hanya ada masa kini. Saat nasibkita
hadapi, hal tersebut ada di masa kini. Bahwa mengapa kita perlu menysukuri
nasib menjalaninya dan mengontrol hal yang bis akita kendalikan saja.
Jadi, bila masa depan itu belum dating, mengapa harus dikhawatirkan?
Cintailah segala hal yang dimiliki saat ini. Berikan yang terbaik pada kehidupanmu saat ini juga. Kamu tidak akan mengetahui seberapa besar cinta yang kau meiliki sebelum cinta itu hilang bahwa nikmatilah momen Bersama itu selagi ada dalam dirimu.
Amor fati adalah
seni tentang mencintai/ menerima apapun yang terjadi dan tidak membutuhkan satu
hari diluar masa kini. Seperti yang ditulis Seneca tentang epicurus, yang
tersikan oleh penyakit dan berkata: “hari ini dan hari lainnya telah menjadi yang
paling Bahagia dari semuanya!”
Komentar
Posting Komentar